BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Sunday, September 13, 2009

Dua dunia pedidikan yang berbeda

Di desa sukowati kecamatan Kapas, berdiri megah sebuah sekolah Internasional atau biasa kita sebut SMT(Sekolah Mnengah Terpadu) dengan full fasilitas seperti, lapangan sepak bola, Asrama, aula serta penujang pendidikan lainnya yang jarang kita tremui di sekolah-sekolah bojonegoro. Sekolah yang ditujukan untuk siswa TK-SMA ini memang terlihat sangat megah bahkan PERSIBO sering sekali latihan di tempat ini. Sekolah yang mulai dibangun tahun 2007, saat era Santoso ini sejatinya akan menjadi cikal bakal pelajar-pelajar Bojonegoro yang berkualitas, selain karena fasilitsa yang memadai di sekolah inipun materi pengajarannya menggunakan dua bahasa bilingual jika pelajar nya telah berkualitas diharapkan pendidikan di Bojonegoro akan maju dan SDM Masyarakat juga semakin meningkat.. Namun sayangnya hingga hari ini SMT belum juga ada kejelasan kapan dibuka dalam arti menerima siswa baru.. Belum lagi konsep yang akan diterapkan dalam sekolah terpadu ini.

Pembangunan sekolah yang menelan biaya sebesar 108 miliar dari anggaran multiyears memang terkesan ironis sekali dalam dunia pendidikan, padahal dengan dana sebesar itu pemkab dapat menyalurkan untuk sekolah-sekolah di pelosok-pelosok pedesaan guna menunjang Kegiatan Belajar Mengajar karena selama ini banyak sekali sekolah-sekolah khususnya di Pedesaan yang fgasilitasnya belum memadai, seperti penyediaan Lab computer, Perpustakaan Sekolah dsan juga fasilitas lainnya, dengan dana sebesar itu juga dapat digunakan untuk memperbaiki sekolah-sekolah yang telah rusak sehingga dengan itu di pastikan pendidikan Bojonegoro akan semakin maju.

Pendidikan di Bojonegoro khususnya di pedesaan memang perlu diperhatikan lebih lanjut karena memang sangat ironis sekali ketika kita melihat sekolah yang megah dengan lahan yang luas dan fasilitas lengakap tapi masih belum berjalan dengan jelas dan tanbpa penjelasan yang jelas sementara kita menyaksikan sekolah didesa lainnya di mana siswa-siswi di sana dengan semangat mengejar pendidikn hanya belajar seadanya dengan fasilitas yang minim pula. Bukankah itu memprihatinkan? Sesuatu yang menurut saya adalah kesenjangan sosial.

Sekolah Menengah Terpadu memang telah terlanjur di bangun dengan dana yang tak sedikit pula sehingga harus ada kejelasan mengenai kelanjutan sekolah Internasional tersenut jangan hanya dibangun dan dibiarkan begitu saja tanpa penanganan yang serius dari Pemkab Bojonegoro

Bersuara dalam pena

“Manusia boleh pandai setinggi langit, namun ketika dia tidak menulis dia akan hilang di telan sejarah, menulis adalah bekerja untuk keabadian”. (Pramoedya Ananta Toer)

Seperti inilah ungkapan tokoh besar kita dalam pentingnya menulis. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. Dengn menulis kita akan menjadi orang yang selalu di kenang berkat tulisan kita, sekecil apapun itu. Seorang guru sejarah ku pernah bilang bahwa, pelaut-pelaut kita dulu sebenarnya adalah orang yang hebat tak kalah hebatnya dengan Marcopolo atau pelaut-pelaut terkenal lainnya , namun sayng pelaut-pelaut kita dulu tak pernah sekalipun menuliskan tentang pulau mana yang telah mereka kunjungi, mereka hanya mengandalkan lewat lisan dari satu mulut ke mulut lain(Mendongeng). Beda dengan Marcopolo atau James cook yang selalu menulis tentang perjalananya, karena tulisan itulah akhirnya mereka berdua tetap dikenang hingga sekarang sebagai pelaut yang hebat.

Pentingnya menulis juga bisa kita lihat dari sosok Tirta Adhi Soerjo atau biasa di panggil TAS,, meskipun dari kita banyak belum tahu tentang sosok dari cucu Bupati Bojonegoro, RM Tirto Noto ini. Riwayat hidup atau biografi TAS memang jareang kita temui, bukan berarti dia telah hilantg di telan sejarah tapi karena sedikit sekali keingintahuan kita pada jasa-jasa seorang pahlawan. Nama TAS mulai ramai dibicarakan sejak dinobatkan menjadi pahlawan Nasional tahun 2006 oleh presiden Susilo Bambang Yudhono, meskipun sebelumnya Pemerintah telah mnenobatkannya sebagai Bapak Pers Nasional pada tahun 1973.

Kehadiran sosok TAS oleh Pramoedya Ananta Toer dituangkan dalam empat jilid bukunya yang berjudul Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca. Dalam roman sejarah ini TAS dikenal dengan nama Minke. Dia disebut sebagai tokoh paling berperan dalam pergerakan saat itu. Kecintaanya dengan dunua tulis menulis mengantarkannya untuk mendirikan Koran Medan Prijaji tahun 1907 yang berbahasa melayu. Koran inilah yang menjadi awal sebuah penerbitan media yang semua redaksi dan pengelolaanya dipegang oleh orang Pribumi.

Koran medan Prijaji tumbuh pesat dikalangan masyarakat Indonesia karena hanya koran inilah yang menggunakan bahasa Indonesia sehingga Masyarakat menjadi sadar bahwa mereka mempunyai hak untuk berjuang dan mendapatkan kebebasan. Medan Prijaji menjadi ancaman serius bagi Pemerintah Hindia-Belanda karena Koran yang didirikan TAS ini selalu mendengungkan “Pendidikan Kewarganegaraan”.

Keberhasilan TAS dalam membesarkan medan prijaji tak lepas dari perlindungan Gubernur Jendral Van Hautz yang berkuasa saat itu, namun ketika Van Hautz digantuikan oleh Gubernur baru, A.WF.Idenburg perlindungan seakan lepas begitu saja dari tangan TAS. Sejak saat itu TAS sering tersandung masalah pers karena tulisannya yang dinilai telah menyudutkan Pemerintahan Hindia-Belanda diantaranya, TAS telah membongkar skandal yang dilakukan Aspiran Kontrolir Purworejo, A Simon, akibatnya dia dibuang di Teluk Betung Lampung selama dua tahun. Setelah dia lepas dari hukuman dia harus kembali tersandung masalah pers, karena pada tahun 1912, ia dituduh menghina Residen Raseswaai dan Residen Boissevain Karena telah menghalangi putera R.Adipati Djodjodiningrat (Suami R.A Kartini) menggantikan ayahnya. Akibatnya Tas harus kembali menjalani kehidupannya di di tempat pembuangan di pulau Bacan dekat Halmahera, Maluku Utara.. Setelah keluar dari tempat pembuangan TAS seakan telah kehilangan nyawanya, dunia jurnalistik yang selama ini menjadi hidupnya. Disisa hidupnya ia benar-benar sendirian hanya ditemani oleh R.Goenawan(Bekas Muridnya) hingga TRuhan mengambil nyawanya.

Tahun 1900-an posisi pers memang menjadi bagian dalam pergerakan Nasional selain TAS , diantaranya, R.M.O.S Cokroaminoto (Redaktur Pelaksana Otoesan Hindia), Muhammad Joesof (Redaktur Pelaksana Sinar Djawa) selain itubanyak juga nama-nama tokoh pergerakan Nasional yang aktif di Lembaga Pers seperti, Ki Hajar Dewantara, Soekarno dan juga Muhammd Hatta. Pers dan pergerakan Nasional seakan menjadi dua sisi yang tak terpisahkan.

Dari wacana diatas telah kita ketahiu bahwa tokoh-tokoh tersebut berjuang tak hanya lewat tenaga namun juga pemikiran yang merek ungkapkan lewat tulisan sehingga dengan tulisan itu mereka juga dapat menginspirasi masyarakat Indonesia lainnya untuk mendapatkan hidup yang lebih baik. Dari sini kita dapat menarik satu kesimpulan bahwa menulis tak hanya sekedar untuk mengisi waktu luang tapi tanpa kita sadari dengan menulis kita bisa melakukan perubahan untuk diri kita sendiri maupun orang lain, karena pada dasarnya menulis itu melatih otak kita untuk bekerja atau berpikir dan tentu untuk melatih kita untuk peduli dengan orang lain maupun lingkungan. Namun, sayangnya Budaya menulis ini belum banyak dinikmati oleh orang-orang Indonesia khususnya para remaja yang justru menjadi penentu sebuah Negara . Menulislah jika engkau ingin dikenang.